Menteri perhubungan Ignatius Jonan beralasan bahwa pemblokiran perlu dilakukan karena keberadaan Uber Taksi dan Grabcar tidak dilandasi payung hukum yang jelas. Sehingga ia menilai aplikasi ini perlu diblokir.
Sesuai aturan itu, usaha angkutan umum harus memenuhi syarat, antara lain berbadan hukum, akta pendirian usaha (transportasi) yang sah, surat domisili, tanda daftar perusahaan, surat izin usaha, menguasai pul, dan mengantongi surat pernyataan memiliki atau menguasai minimal lima armada.
Kehadiran Uber Taxi dan Grab Car juga ditentang oleh para pelaku transportasi konvensional. Para sopir taxi berdemo dan melakukan mogok kerja menuntut Uber taxi dan grab car untuk dihentikan.
Meski telah menerima surat permohonan pemblokiran aplikasi uber taxi dan Grab Car, namun kementrian komunikasi dan informatika belum melakukan pemblokiran.
Menanggapi kontrovesrsi pemblokiran uber taksi dan Grab Car ini Ketua Indonesian Digital Association (IDA) , Edi Taslim menyatakan seharusnya pemerintah memang tidak langsung memblokir. Sebab, yang dibutuhkan dalam polemik ini adalah solusi dari pemerintah.
Edi Taslim menambahkan harusnya pemerintah juga sadar, bahwa enggak bisa main blokir-blokir begitu saja, karena Uber dan Grab populer di Indonesia bukan karena Uber dan Grab-nya, tapi karena masyarakat butuh solusi yang seperti itu,” ujar Edi di Menara Palma, Jakarta, Rabu 16 Maret 2016.
0 Response to " Kontroversi Blokir Uber dan Grab Car "
Post a Comment